Ngomongin soal komunikasi, ini topik yang kelihatannya sepele tapi ternyata nggak segampang itu. Nulis kata "komunikasi" sih gampang, tinggal ketik. Tapi ngejalaninnya? Wah, bisa jadi tantangan tersendiri.
Masalahnya, komunikasi itu bukan cuma soal ngomong. Bukan cuma soal seberapa fasih kita nyusun kalimat atau seberapa banyak kosakata keren yang kita punya. Komunikasi yang bener itu soal nyampein pesan dengan tepat, ke orang yang tepat, dengan cara yang bisa diterima dan dipahami dengan baik juga. Dan itu semua butuh proses.
Kadang, orang mikir, "Ah, yang penting gue udah ngomong!" Padahal nggak sesimpel itu. Kalau orang yang denger malah salah nangkep, ya komunikasi itu gagal. Dan celakanya, salah komunikasi ini sering banget jadi sumber masalah baru. Bukannya selesaiin masalah, malah nambah runyam.
Apalagi buat pejabat publik. Salah ngomong dikit aja bisa viral. Salah pilih kata, boom—ramai se-Indonesia. Kenapa bisa gitu? Karena publik itu heterogen, cara mereka mencerna informasi beda-beda. Jadi, penting banget buat ngerti dulu siapa audiens kita sebelum ngomong. Rasain dulu suasana, peka sama kondisi psikologis mereka. Kalau asal ngomong tanpa mikir efeknya, bisa-bisa komunikasi malah jadi bumerang.
Baca juga:
IPLM Provinsi NTB Masuk 10 Besar Tahun 2021
|
Komunikasi yang baik itu butuh empati. Kita harus bisa naruh diri di posisi orang yang denger. Bahasa kita harus bisa dipahami dengan mudah. Pakai analogi yang relatable. Kadang, gaya komunikasi “you attitude” juga perlu—yang lebih mikirin audiens daripada diri sendiri. Tapi ya, lagi-lagi, ini pun ada seninya. Harus tahu kapan cocok digunain dan kapan enggak.
Jadi, balik lagi, komunikasi itu soal kesadaran, kepekaan, dan tanggung jawab. Bukan cuma ngomong doang. Tapi berpikir sebelum bicara, mikir dampaknya, dan selalu siap buat dengerin respon dari orang lain. Karena komunikasi yang bener itu dua arah, bukan monolog.