OPINI - Ridwan Kamil dan Golkar mengambil sikap realistis. Golkar lebih memilih untuk usung Ridwan Kamil maju di Jawa Barat dari pada di Jakarta. Anies terlalu kuat di Jakarta. Incumbent, punya pendukung fanatik dan solid yang terkonsolidasi sejak pilgub 2017 lalu. Sementara di Jawa Barat, Ridwan Kamil adalah incumbent . Peluang untuk mengambil Jawa Barat lebih mudah dari pada harus tertatih-tatih dan berdarah-darah di Jakarta.
Bujuk rayu Jokowi, Gerindra dan PAN kepada Ridwan Kamil untuk melawan Anies di Jakarta ternyata kandas. Dedi Mulyadi dan Bima Arya yang sedianya disiapkan Gerindra dan PAN untuk maju di Jawa Barat pun mengalami situasi yang sulit setelah Ridwan Kamil memutuskan untuk balik lagi ke Jawa Barat.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Anies terlalu tangguh untuk dilawan. Kelas Anies adalah capres. Kesalahan strategi di pilpres pebruari kemarin membuat Anies kalah. Peluang menang sesungguhnya sangat besar. Karena sosok Anies cukup sempurna untuk dijual. Sayangnya, timses Anies tidak diisi oleh orang-orang yang bermental pemenang. Anies dan para pendukungnya mesti belajar dari kesalahannya di capres kemarin jika ingin tetap punya harapan kedepan.
Kalah di pilpres, Anies maju lagi di pilgub Jakarta. Anies turun kelas dan belum menemukan lawan seimbang. Ridwan Kamil digadang-gadang untuk lawan Anies. Pada akhirnya balik kanan. Popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas Anies di jakarta terlalu kokoh untuk ditandingi.
Tidak hanya Ridwan Kamil yang balik kanan, tapi juga Kaesang. Putra bungsu Jokowi ini-pun tidak jadi maju ke Jakarta. Jangan lihat Kaesang dan PSI-nya. Terlalu kecil untuk berhayal mampu melawan Anies. Tapi, lihatlah sosok di balik Kaesang dan PSI. Dia adalah Jokowi. Presiden terkuat pasca reformasi.
Di pilpres pebruari lalu, Jokowi dengan sangat mudah kalahkan Ganjar yang diback up oleh Megawati. Ketua umum partai pemenang tiga periode. Jokowi juga dengan mudah kalahkan Anies yang diback up Jusuf Kalla dan Surya Paloh. Tapi di Jakarta, scope pertarungannya lebih kecil. 2017, Anies pernah kalahkan Ahok yang full dan at all cost diback up oleh Jokowi dan Megawati.
Beda pilpres dengan pilgub. Pilpres wilayahnya sangat luas, bahkan sampai daerah terpencil. Ini menyulitkan bagi capres di luar penguasa untuk memantau kecurangan. Tapi, Pilgub beda. Pilgub mudah dipantau dan dikontrol. Anies dengan kesolidan timses dari PKS dan partai pengusung lainnya, serta para pendukung militannya akan dengan mudah menjangkau semua wilayah, hingga ke setiap TPS. Tidak ada tempat yang lepas dari pantauan timses Anies. Di sini, kecurangan dan keculasan yang biasa dilakukan oleh penguasa akan menemukan kesulitan. Inilah diantara pertimbangan yang mungkin membuat Ridwan Kamil dan Kaesang berhitung kalau harus melawan Anies di Jakarta.
Hingga saat ini, Anies belum menemukan lawan tanding setara di pilgub Jakarta. Kecuali jika Jokowi turun kelas, mau nyagub di Jakarta untuk melawan Anies. Ini baru seimbang. Dan pastinya sangat seru. Masalahnya, apakah aturan membolehkan seorang presiden dua periode nyagub?
Jakarta, 23 Juli 2024
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa