NASIONALISME - Investasi asing sering kali diibaratkan sebagai tamu istimewa yang membawa koper penuh harta, masuk ke rumah besar bernama Indonesia. Namun, seperti layaknya tamu, ada batasan-batasan tak tertulis yang harus dipegang, apalagi jika kita berbicara tentang dampaknya bagi rasa nasionalisme kita. Apakah dengan menerima investasi asing, kita diam-diam sedang menggadaikan jati diri bangsa?
Mari kita bayangkan, seorang investor asing datang, menawarkan proyek infrastruktur besar. Di atas kertas, semuanya tampak manis dan menarik; ada potensi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, bahkan mungkin keuntungan besar bagi pemerintah dan masyarakat sekitar. Namun, benarkah selalu demikian? Jika tidak hati-hati, kita mungkin tanpa sadar menyerahkan kendali sumber daya dan kebijakan strategis kita kepada pihak asing. Begitu mereka masuk, mereka membawa modal, teknologi, bahkan cara berpikir yang mungkin tak selalu sejalan dengan kepentingan nasional.
Hal ini menjadi semakin rumit ketika kita melihat bagaimana beberapa negara lain, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, atau bahkan negara-negara di Eropa, sering kali mengutamakan kepentingan nasional mereka meskipun mereka berinvestasi di negara lain. Mereka melindungi perusahaan dan tenaga kerja dari negara mereka, memastikan bahwa setiap langkah yang mereka ambil di luar negeri tetap memperkuat posisi mereka di panggung global. Dengan kata lain, mereka tahu kapan harus mengatakan "cukup" ketika investasi mulai menyentuh aspek sensitif kedaulatan. Maka, tidakkah kita, sebagai bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya, seharusnya belajar dari strategi ini?
Tidak ada yang salah dengan investasi asing. Bahkan, itu bisa menjadi sarana penting untuk membangun infrastruktur, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan daya saing. Namun, kita perlu berhati-hati agar investasi tersebut tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar nasionalisme yang seharusnya kita junjung tinggi. Nasionalisme bukan berarti menolak asing mentah-mentah, tetapi memastikan bahwa ketika kita membuka pintu, kita masih punya kunci, dan kita tetap punya hak penuh atas rumah kita sendiri.
Indonesia memiliki keunikan dan kekayaan budaya serta sumber daya yang luar biasa. Kita punya potensi besar untuk berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari) tanpa terlalu bergantung pada pihak luar. Jika kita pandai mengelola, investasi asing bisa dijadikan sekadar alat, bukan penentu arah bangsa. Dalam hal ini, nasionalisme adalah panduan yang mengingatkan kita untuk menjaga kendali, untuk tetap sadar siapa yang berada di kursi kemudi.
Jadi, saat kita berbicara tentang investasi asing, pertanyaannya bukan hanya tentang berapa banyak uang yang masuk, tetapi bagaimana investasi tersebut dikelola, siapa yang mendapat manfaat utama, dan apakah langkah tersebut tetap menghormati nilai-nilai kebangsaan kita. Karena pada akhirnya, investasi terbesar yang bisa kita pertahankan adalah kedaulatan kita sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Jangan sampai nasionalisme dikorbankan di altar kapital.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Jakarta, 06 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi